(Savananews.com) Lombok Utara – Sekelompok anak muda
yang terkumpul dalam sebuah diskusi serius di Café Shift, Pemenang, Lombok
Utara, 13 April 2019, mempersoalkan keseriusan pemerintah dalam rangka membangun
pariwisata budaya Lombok Utara.
Diskusi ini dipantik oleh presentasi publik Yayasan
Pasirputih tentang hasil riset mereka tentang Pengaruh Perubahan Arsitektur Rumah
Adat terhadap Pariwisata dan Budaya.
Pasirputih sendiri adalah sebuah organisasi nirlaba
egaliter yang berbasis Kecamatan Pemenang, yang memang fokus membedah persoalan
sosial pariwisata melalui pendekatan riset dan seni budaya.
Dalamdiskusi yang dihadiri oleh beberapa komunitas pemerhati
sosial budaya tersebut, muncul beberapa bahasan yang coba dikedepankan, yang intinya mempertanyakan bagaimana
pemerintah mengelola dan menangani pariwisata budaya yang nilai sangat lamban dan
tidak memiliki landasan pengelolaan.
Selanjutnya bahasan lain adalah bagaimana pemerintah
tidak memperhatikan keberlangsungan (sustainability)
pariwisata budaya, hal ini dapat dilihat dari beberapa lokasi pariwisata budaya
yang tidak memiliki masa depan yang jelas.
Korban dari ketidak jelasankonsep pariwisata budaya
di Lombok Utara ini mengarah pada berubahanya bangunan tradisional di beberapa
kampung adat, serta tidak diperhatikannya beberapa cagar budaya yang penting seperti
masjid kuno yang ada di beberapa lokasi seperti di Sesait, BatuGembung.
Hasil riset Yayasan Pasirputih yang dipresentasikan
dalam diskusi tersebut mengangkat salah satu contoh kasus tentang Rumah Tradisional
Segenter.
Rumah tradisional Segenter
merupakan rumah yang dibangun bersadarkan
ketentuan adat. Tata ruang Segenter juga berdasarkan kepada pakem yang berlaku sejak
dahulu kala. Bale mengina dibangun dengan lajur panjang mengarah utara-selatan dan
menggunakan bahan-bahan yang berasal dari apa yang disediakan alam. Seperti atap
yang terbuat dari ilalang, pagar yang terbuat dari bambu, pondasi rumah dari batu-bata
dan tiang-tiangnya berasal dari kayu.
Keunikan arsitektur yang ada di Segenter, mengundang banyak perhatian, tidak
hanya dari dunia pariwisata, namun juga dari para akademisi dari berbagai belahan
dunia. Pasalnya, Segenter sering sekali dikunjungi para periste mancanegera
yang memang datang untuk mempelajari arsitektur rumah ada Lombok Utara
tersebut.
Menurut Hasil riset yang dipaparkan dalam diskusi tersebut, dari 100
wisatawanmaka 70%-nya adalah para peneliti. Oleh karenanya, dalam hemat forum
diskusitersebut, menyepakati agar pemerintah kembali mengkaji ulang pariwisata budaya
dan membuat blue print yang jelas demi masa depan kebudayaan dan sector pariwisata
kedepan.
Memang, dalam Peraturan Daerah Kabupaten Lombok Utara No. 9 tahun 2011
Segenter termasuk dalam satu satunya cagar budaya Lombok Utara yang mesti dijaga
kelestariannya. Namun sayang, berdasarkan hasil riset Yayasan Pasirputih selama
setahun di Segenter, warga Segenter merasa sama sekali tidak diperhatikan oleh Pemerintah
Kabupaten Lombok Utara.
Melihat Segenter sebagai destinasi parwisata budaya, maka perubahan arsitektur
mestinya menjadi persoalan penting untuk diperhatikan. Pasalnya, bale mengina sebagai
symbol pariwisata Segenter hampir hilang dengan adanya bangunan-bangunan permanen
yang terbuatdari batu-bata.
Dalam diskusi presentasi hasil presentasi YayasanPasirputih tersebut,
memunculkan banyak sekali pertanyaan, beberapa diantaranya adalah, soal pengelolaan
pariwisata budaya di Lombok Utara khususnya di Segenter, Bagaimana kontrol pemerintah
terhadap beragam pariwisata budaya, serta peran Lembaga-lembaga adat dan komunitas
pemerhati terhadap pariwisata budaya, Haruskah masyarakat dikorbankan dengan ketidak
jelasan konsep pariwisata budaya, dan berbagai pertanyaan lain yang memang butuh
keseriusan semua pihak untuk duduk membicarakannya. (*)
Social Header