Mataram - Penanganan Gizi Buruk Terintegrasi (PGBT) menjadi salah satu senjata Provinsi Nusa Tenggara Barat dalam menangani masalah stunting dan gizi buruk. Integrasi yang dimaksud dapat terjalin melalui program unggulan Revitalisasi Posyandu yang melibatkan seluruh pihak.
"Kita ingin penanganan stunting dan Gizi Buruk ini real terintegrasi. Seluruh pihak yang terintegrasi betul-betul terpadu. Artinya kegiatan satu pihak dengan pihak yang lainnya harus nyambung," jelas Wakil Gubernur NTB, Dr. Hj. Sitti Rohmi Djalilah, saat memberikan sambutan dalam acara Workshop Konsultasi PGBT yang digelar Dinas Kesehatan NTB bekerjasama dengan Unicef dan difasilitasi oleh Sobat NTB, bertempat di Hotel Aston Inn, Mataram, (26/10).
Wagub yang akrab disapa Ummi Rohmi tersebut menjelaskan, seluruh pihak yang dimaksud meliputi masyarakat, Non Government Organizations (NGO), Pemerintah Provinsi, Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota hingga ke Pemerintah Desa yang menjadi unjung tombak penuntasan masalah Gizi Buruk dan Stunting.
Ia meyakinkan, bahwa upaya pengentasan Gizi Buruk dan Stunting harus dilakukan gotong royong sebagai satu kesatuan hingga ke pemerintah desa. Posyandu keluarga yang ada di hampir seluruh dusun dapat dijadikan wadah untuk menyelesaikan masalah tersebut.
Selain itu, Ummi Rohmi mengingatkan pentingnya ketersediaan sumber data yang akurat agar penanganan dan pencegahan gizi buruk dapat dilakukan tepat sasaran dan hasilnya bisa maksimal.
Provinsi NTB sendiri telah memiliki aplikasi Sistem Informasi Posyandu (SIP) besutan Dinas Komunikasi Informatika dan Statistik (Diskominfotik) Provinsi NTB. Sistem ini tidak saja digunakan sebagai pelaporan rutin administrasi Posyandu, tapi juga akan menjelma sebagai bank data. Menunya mencakup seluruh kebutuhan, baik bagi masyarakat maupun pengambil kebijakan dibidang kesehatan.
"Kita butuh teknologi dan integrasi dengan sebaik-baiknya sehingga penangan gizi buruk dan stunting dapat terpantau dengan baik," tegas Wagub perempuan pertama NTB tersebut.
Dr. Nurhandini Eka Dewi, selaku Kepala Dinas Kesehatan NTB, dalam kesempatan yang sama menjelaskan, upaya penurunan kasus stunting di Provinsi NTB masih naik turun. Sehingga diperlukan tindakan untuk percepatan penurunannya. PGBT sendiri didahulukan karena sifatnya maslah akut, sementara kasus stunting merupakan masalah kronis. Dalam artian, jika masalah gizi buruk dapat ditangani dengan baik maka masalah stunting juga dapat turut tertangani.
"Upaya mempercepat penurunan stunting, masih naik turun. Perlu tindakan untuk percepatan penurunan. PGBT ini didahulukan karna sifatnya akut, sementara masalah stunting sifatnya kronis. Kita melakukan percepatan yang sifatnya akut," jelas Kadis Kesehatan NTB.
Dokter Eka, panggilan akrabnya juga menjelaskan, workshop PGBT yang digelar ini merupakan fase akhir dari pelatihan yang sudah dilakukan sebelumnya bekerjasama dengan UNICEF. Dikes NTB telah melatih 55 Puskesmas pada 8 lokus yang tersebar di Pulau Lombok dan Sumbawa. 5 puskesmas dilakukan pelatihan secara langsung sementara sisanya dilakukan secara daring dikarenakan pandemi covid-19.
Sementara itu, Blandina Rosalina Bait, selaku Nutrition Officer UNICEF NTT-NTB mewakili direkturnya mengungkapkan apresiasinya terhadap Provinsi NTB yang telah menjalin kerjasama yang sangat baik dalam PGBT.
Lina sapaan akrabnya menjelaskan pencapaian sementara yang telah dilaksakan PGBT sejak Desember 2019 hingga Juni 2020 di NTB. Diantaranya Pelatihan Gizi Buruk bagi tenaga kesehatan pada lima Kabupaten/Kota, mobilisasi masyarakat, sosialisasi dan On Job training/pendampingan oleh Dikes Kabupaten dan Kota bagi puskesmas yang belum mendapatkan pelatihan PGBT.
Selain itu, ada juga pengadaan PITA LILA oleh Dikes dan Puskesmas yang diinisiasi oleh Puskesmas PGBT dalam membuat video edukasi skrining Pita LILA di masa Covid-19. Video tersebut dibagikan kepada pengasuh atau orangtua, serangkaian koordinasi dan advokasi dengan semua stakeholder terkait penemuan dini kasus, tindak lanjut dan dukungan pelaksana baik dari segi anggaran maupun kebijakan serta adanya surat edaran Dikes NTB terkait pelayanan gizi dalam masa pandemi Covid-19. Termasuk penanganan gizi buruk di masa pandemi dan penapisan mandiri menggunakan Pita LILA oleh pengasuh atau orangtua.
"Kami UNICEF akan selalu mendukung NTB dalam penanganan kasus gizi buruk dan stunting," tandasnya. (*)
0 Comments