Suasana Pasca Penertiban Rumah Singgah RSUD Provinsi NTB
Mataram - Polemik penertiban Rumah Singgah di Rumah sakit Daerah Provinsi Nusa Tenggara Barat masih terus bergulir, kali ini sebuah kelompok gabungan dari Aliansi yang merupakan kelompok masyarakat, tergerak untuk memperjuangkan hak-hak penghuni rumah singgah yang diusir tanpa prosedur yang layak.
Kaharuddin Abbas selaku perwakilan dari aliansi tersebut mengatakan akan terus berkomitmen untuk memastikan bahwa suara pasien RSUP didengar dan hak-hak nya dihormati.
"Betapa pentingnya keberadaan rumah singgah di Rumah Sakit ini, karena menjadi tempat berlindung bagi pasien dan keluarganya yang datang dari jauh. Di tengah segala kesulitan yang mereka hadapi, rumah singgah ini memberikan kenyamanan yang sangat dibutuhkan. Namun, masalah penggusuran yang terjadi menimbulkan kekhawatiran dan ketidakpastian bagi penghuni," ungkap pria yang akrab disapa Kobel ini.
Rencana relokasi yang diusulkan oleh pihak rumah sakit diakui Kobel menimbulkan banyak masalah. Sebagian besar penghuni merasakan ketidakpuasan, karena relokasi yang diumumkan bukanlah solusi yang memperhatikan kondisi mereka. Banyak di antara mereka berpendapat bahwa penggusuran yang dilakukan adalah tindakan yang tidak manusiawi, mengingat mereka berada dalam keadaan yang rentan saat membutuhkan perhatian medis.
Kronologi Penggusuran Rumah Singgah
Penggusuran rumah singgah di Rumah Sakit Provinsi Nusa Tenggara Barat berlangsung pada tanggal 24 Februari 2025. Secara tiba-tiba, para penghuni dikacaukan dengan kehadiran alat berat dan pihak lainnya yang datang untuk merobohkan bangunan. Semua ini dilakukan tanpa adanya pemberitahuan sebelumnya kepada para penghuni, yang menyebabkan suasana semakin tegang.
Saat penggusuran berlangsung, bentrok antara penghuni dan pihak RSUD tak terhindarkan. "Keluarga pasien menyaksikan sendiri bagaimana mereka dan keluarganya terpaksa membentangkan kain sebagai pelindung di tengah situasi yang memanas. Penggusuran ini menciptakan ketidakpastian dan ketakutan, bagi pasien yang berada dalam kondisi tidak stabil," katanya.
Tanggapan Penghuni dan Masyarakat
Salah seorang pasien yakni Zumha menyatakan perasaannya bahwa pengusiran yang dilakukan adalah tindakan yang tak adil. Mereka merasa seolah-olah tidak diperhitungkan dalam keputusan yang seharusnya melibatkan pasien.
"Banyak dari kami yang telah menetap di rumah singgah ini selama bertahun-tahun, dan tiba-tiba dipaksa untuk angkat kaki," bebernya.
Masyarakat juga memiliki pandangan yang beragam terhadap tindakan RSUD. Berkali-kali, suara ketidakpuasan dan keprihatinan terhadap penggusuran ini muncul, baik di media sosial maupun dalam pertemuan publik. Beberapa pejabat bahkan meminta pihak RSUD untuk segera mencari jalan keluar yang dapat diterima oleh semua pihak, termasuk penghuni rumah singgah.
Alasan RSUD untuk Relokasi
Pihak RSUD mencetuskan alasan di balik rencana relokasi. Direktur RSUD NTB, dr Lalu Herman Mahaputra, atau yang akrab disapa dokter Jack, memberikan penjelasan.
Diungkapkan bahwa rumah singgah yang ada saat ini dianggap sempit dan tidak representatif. Dokter Jack menjelaskan bahwa rumah singgah yang baru nantinya akan lebih memudahkan akses pasien untuk kontrol karena lokasinya dekat dengan poliklinik.
"Lokasi sekarang ini sudah sempit dan di belakang nanti lebih luas. Mungkin nanti di sana bisa untuk masak, mencuci, dan lain sebagainya. Jadi ini lebih kepada penertiban yang ada di rumah sakit," sebutnya.
Gubernur Nusa Tenggara Barat pun terlibat dalam masalah ini, dengan menyatakan keprihatinannya terhadap situasi yang dihadapi oleh penghuni rumah singgah. Harapan akan adanya perubahan yang lebih baik memang ada, tetapi perubahan tersebut harus dilakukan dengan cara yang tidak menimbulkan kesakitan bagi orang-orang yang membutuhkan.
Dalam situasi seperti ini, Gubernur merasa penting untuk menempatkan pertimbangan kemanusiaan sebagai prioritas utama. Banyak pasien yang tergantung pada aksesibilitas terhadap perawatan kesehatan dan dukungan emosional dari keluarga.
Selama proses relokasi berlangsung, solusi jangka pendek harus tersedia. Misalnya, penempatan sementara di lokasi alternatif yang tidak jauh dari rumah sakit sangat diperlukan agar pasien tetap bisa mendapatkan perawatan dengan mudah.
Tuntutan aliansi menolak penggusuran rumah singgah di Rumah Sakit Provinsi NTB.
Aliansi yang merupakan kelompok masyarakat yang tergerak untuk memperjuangkan hak-hak penghuni rumah singgah yang diusir tanpa prosedur yang layak berkomitmen untuk memastikan bahwa suara warga didengar dan hak-haknya dihormati.
Penggusuran rumah singgah di RSUP NTB dianggap sebagai tindakan premanisme karena dilakukan secara paksa dan tidak transparan. Hal ini terutama terlihat ketika pihak yang digusur tidak dilibatkan dalam proses pengambilan keputusan yang sangat mempengaruhi hidup mereka.
Aliansi ini mendesak pihak Aparat Penegak Hukum untuk mengusit tuntas tindakan penggusuran yang berlangsung dan mempertimbangkan aspek kemanusiaan dalam penanganan penghuni rumah singgah.
Selain itu aliansi juga mempertanyakan alokasi Dana CSR dari tahun 2021 untuk pengelolaan Rumah singgah.
"Setelah rumah singgah gemilang di gusur, dana CSR yang selama ini dialokasikan untuk anggaran pengelolaan rumah singgah gemilang, ketika ditanya satu-satu ke manajemen RSUP NTB, mereka kompak jawab tidak tahu, ini juga harus diusut tuntas," kata Kobel. (Red)
0 Comments