Breaking News

SP Mataram Sebut Ada Pelanggaran HAK Perempuan di PSN Bendungan Meninting

Kegiatan Workshop Solidaritas Perempuan Mataram

SAVANANEWS
- Solidaritas Perempuan (SP) Mataram terus melakukan upaya identifikasi dan pemetaan atas dampak yang ditimbulkan dari Proyek Strategis Nasional (PSN) Bendungan Meninting yang berada di antara Kecamatan Gunungsari dan Kecamatan Lingsar, Kabupaten Lombok Barat, NTB. 


Berdasarkan hasil investigasi dan pengakuan warga, Komunitas pemerhati perempuan ini menyebut sebagian besar perempuan di lingkar proyek Bendungan Meninting mengeluhkan nasib mereka yang terdampak hilangnya Hak mereka sebagai warga negara dengan berkurangnya akses ekonomi hingga ketersediaan air bersih.


Ketua Solidaritas Perempuan Mataram, Nurul Utami mengatakan persoalan ini terungkap setelah banyaknya keluhan dari para perempuan di Lingkar PSN Meninting membeberkan imbas dari pembangunan Bendungan tersebut. Para perempuan tersebut khawatir kondisi lingkungan mereka saat ini akan membawa dampak yang berkepanjangan, hingga mempengaruhi kesehatan.


“Sebenarnya ini semua berawal dari pengembangan wilayah pengorganisasian SP, namun karena banyak keluhan dari para perempuan yang disana (lingkar bendungan) dan ketika ini terjadi kami anggap ini menjadi persoalan bersama tidak hanya disana,” ujar Nurul Utami usai kegiatan workshop SP, di Mataram, Jum'at (15/3/2204).


Ditambahkan Nurul, Persoalan perempuan di lingkar pembangunan PSN juga sampai saat ini belum berubah menjadi lebih baik, dan belum mendapatkan respon serta aksi nyata dari Pemerintah maupun pelaksana proyek bendungan. 


Air mereka hingga kini tetap saja keruh, padahal sudah berlangsung sejak 5 tahun lamanya, pihaknya pun menilai proyek tersebut tidak memenuhi hak asasi perempuan.


"Terakhir ini dampak yang sangat dirasakan terutama soal air bersih, kalau dalam bacaan SP itu kan Hak dasar untuk hidup, itu hak asasi manusia yang harus terpenuhi oleh Negara," Cetusnya.


Nurul menuturkan, dari pengakuan para perempuan di lingkar proyek itu, mereka diberikan solusi dengan dibangunkan sumur bor oleh Balai Wilayah Sungai (BWS) selaku pihak yang memiliki kewenangan atas proyek tersebut. Namun, nyatanya hingga saat ini sumur tersebut diakuinya justru tidak bisa menyentuh semua warga yang terdampak.


“ini kan menjadi beban bagi perempuan di sana yang harus menunggu dan mengambil air di jarak yang cukup jauh, karena Pembangunan sumur bor itu di ujung dusun, sementara yang harus menggunakan itu ratusan kepala keluarga,” bebernya.


Kondisi ini pun justru dianggap menambah beban kerja perempuan, selain mereka bertanggung jawab untuk pekerjaan rumah seperti memasak dan mencuci, kini mereka juga terpaksa harus memenuhi kebutuhan air bersih untuk keluarganya. “Kalau dulu kan mereka tinggal buka keran, sudah ada air bersih tersedia. Tapi kalau sekarang, airnya keruh, berlumpur,” ungkap dia.


Pihaknya juga menyoroti krisis air bersih itu rawan berdampak terhadap kesehatan perempuan, terutama yang berkaitan dengan organ reproduksi. “Kita bayangkan kalau itu yang digunakan (untuk bersih-bersih) oleh perempuan ketika haid atau melahirkan. Apa yang terjadi? Ini kan berdampak ke organ reproduksi perempuan,” lanjutnya.


Keluhan itu pun telah didengarnya langsung dari bidan desa yang ada di kawasan lingkar proyek tersebut. Di mana saat ini, pihaknya sudah menerima keluhan soal kekhawatiran dari 100 orang responden perempuan yang terdampak. Angka itu pun diprediksinya akan terus meningkat.


“Kalau kita terus gali, angka ini pasti akan lebih banyak lagi. Nah, ketika lebih banyak lagi yang bersuara, maka akan lebih banyak juga yang menyampaikan hal serupa,” imbuhnya. Pihaknya pun menilai pemerintah layak dituntut untuk bertanggung jawab atas dampak dari proyek strategis mereka tersebut.


Menurutnya, salah satu solusi yang bisa dilakukan saat ini adalah dengan memberikan masyarakat bantuan air bersih yang disalurkan oleh pemerintah. Terlebih dampak dari proyek ini dikhawatirkan akan terjadi berkepanjangan, hingga turut juga berdampak terhadap perekonomian warga yang saat ini sudah kehilangan bahan baku untuk membuat banyak hal, seperti sapu ijuk hingga gula aren, lantaran hutan di kawasan mereka yang sudah beralih fungsi menjadi proyek bendungan tersebut.


“Proyek ini kan tidak selesai sampai di sini, jangan sampai (persoalan ini) terulang lagi. Persoalan perempuan teratasi, persoalan air teratasi, persoalan ekonominya juga,” harap Nurul. 


Menanggapi ini Konsultan pembangunan bendungan Meninting Kurniawan Afandi mengatakan bahwa pihaknya sudah menyediakan air bersih di sejumlah desa dengan membangunkan sumur bor. 


"Sumur bor ini kapasitasnya 10 liter per detik, dan dipastikan mencukuli puluhan ribu jiwa yang ada di lingkar bendungan tersebut," Kata Kurniawan. 


Menurutnya apa yang menjadi keluhan ini sebetulnya hanya mis komunikasi saja, karena informasi yang diterima SP Mataram tidak begitu valid. Hal tersebut dikatakan Kurniawan karena pihaknya telah melakukan upaya mitigasi sesuai dengan Amdal. Terlebih warga yang berada di lingkar bendungan juga telah mendapatkan penanganan yang baik. 


"Setiap enam bulan juga kami rutin mengambil sample air untuk mengetahui kandungan yang ada di dalamnya, jadi kami menyarankan kalau bisa masyarakat yang masih belum tahu ini lebih baik bersurat dan kita akan tunjukan semuanya," Pungkasnya. (Yg) 

0 Comments

© Copyright 2022 - Savana News