Breaking News

Dari Ruang Konseling Ke Ruang Kesadaran

Lalu Ahmad Bukhari

Penulis : Lalu Ahmad Bukhari

Afiliasi : Program Studi Magister Pedagogi, Universitas Muhammadiyah Malang

SAVANANEWS - Tulisan ini merefleksikan makna Bimbingan dan Konseling (BK) di era digital yang semakin kompleks. Transformasi teknologi membawa tantangan dan peluang bagi konselor dalam membangun layanan yang adaptif, humanis, dan relevan dengan kebutuhan peserta didik masa kini. Melalui gagasan Bimbingan Konseling sebagai ruang kesadaran, tulisan ini menawarkan pendekatan baru berbasis empati digital dan pembelajaran reflektif untuk memperkuat literasi emosional siswa serta memperluas akses layanan Bimbingan dan Konseling di sekolah.

Pendahuluan

     Era digital menghadirkan realitas baru dalam dunia pendidikan. Teknologi tidak hanya mengubah cara belajar, tetapi juga cara manusia memahami dirinya dan lingkungannya. Bagi dunia bimbingan dan konseling (BK), perubahan ini menuntut konselor untuk tidak lagi sekadar menjadi penyelesai masalah tetapi juga sebagai pemandu kesadaran. Di tengah derasnya arus informasi dan tekanan sosial digital. 

     Fenomena meningkatnya stres akademik, krisis identitas digital, hingga masalah kesehatan mental siswa menunjukkan urgensi layanan Bimbingan Konseling yang lebih kontekstual dan responsif. Pemerintah melalui Permendikbud No. 111 Tahun 2014 tentang Bimbingan dan Konseling di Pendidikan Dasar dan Menengah telah menegaskan pentingnya layanan komprehensif berbasis perkembangan, namun implementasinya di sekolah sering kali masih konvensional dan terbatas pada aspek administratif.

Pembahasan

1. Makna Baru Pendidikan dan Bimbingan Konseling

     Pendidikan BK sejatinya tidak hanya mentransfer keterampilan konseling, tetapi juga menanamkan kesadaran diri dan empati sosial. Dalam konteks pembelajaran, BK perlu dipandang sebagai proses humanisasi yang mengembalikan makna belajar pada upaya memahami diri dan orang lain. Menurut Sinal (Homepage & Zulfhadli, 2023). 

     Pendidikan yang bermakna adalah pendidikan yang menghubungkan pengalaman personal dengan konteks sosial yang lebih luas. Artinya, Bimbingan Konseling harus melatih siswa mengenali emosi, mengelola stres, dan mengambil keputusan secara bertanggung jawab. Selain itu, pembelajaran BK juga harus menciptakan ruang reflektif di mana peserta didik mampu menafsirkan pengalaman hidupnya secara kritis dan positif. 

     Konselor dituntut memiliki kepekaan terhadap dinamika psikologis siswa serta mampu menumbuhkan kesadaran moral dan sosial melalui dialog empatik. Dalam praktiknya, konseling bukan hanya membenahi perilaku, tetapi membantu siswa menemukan jati diri dan potensi terbaiknya agar mampu berkontribusi dalam kehidupan bermasyarakat yang semakin kompleks.

2. Kebijakan Pemerintah dan Tantangan Implementasi

     Kebijakan nasional telah memberi ruang luas bagi penguatan layanan Bimbingan Konseling, misalnya melalui Profil Pelajar Pancasila yang menekankan karakter beriman, mandiri, dan gotong royong. Namun, pelaksanaan Bimbingan Konseling di lapangan masih menghadapi kendala: rasio konselor-siswa yang tinggi, keterbatasan media digital, serta minimnya pelatihan literasi teknologi bagi guru Bimbingan Konseling. Padahal, digitalisasi justru dapat menjadi solusi. 

    Dengan platform e-counseling dan virtual guidance, konselor bisa menjangkau lebih banyak siswa, terutama mereka yang enggan datang ke ruang konseling konvensional. Pemerintah seharusnya memperkuat kebijakan pelatihan kompetensi digital konselor, seperti penggunaan aplikasi konseling daring dan sistem manajemen kasus berbasis data (Fatimah et al., 2024). 

     Selain itu, perlu adanya sinergi antara lembaga pendidikan, dinas terkait, dan organisasi profesi BK dalam menyusun standar nasional pelayanan konseling berbasis teknologi. Pendampingan berkelanjutan dan monitoring mutu layanan juga menjadi langkah penting agar kebijakan tidak berhenti di tataran administratif, tetapi benar-benar dirasakan manfaatnya oleh siswa.

3. Gagasan Baru Bimbingan Konseling sebagai Ruang Kesadaran Digital

      Gagasan yang ditawarkan dalam tulisan ini adalah memandang Bimbingan Konseling bukan sekadar ruang tatap muka, tetapi ruang kesadaran digital. Dalam ruang ini, konseling menjadi sarana membangun literasi emosional dan etika digital bagi siswa. 

     Konselor berperan memfasilitasi refleksi digital, bagaimana siswa memahami dampak perilaku daringnya, mengelola citra diri di media sosial, dan menumbuhkan empati dalam komunikasi digital. Strategi Bimbingan Konseling dapat menggunakan pendekatan Reflektif-Digital, yaitu menggabungkan aktivitas refleksi personal dengan media interaktif seperti jurnal digital, vlog reflektif, atau forum diskusi daring yang aman dan terarah. 

     Selain itu, metode problem-based learning dalam BK dapat diterapkan untuk mengajak siswa memecahkan kasus nyata seperti cyberbullying, FOMO (fear of missing out), atau kecanduan gawai. Evaluasi pembelajaran pun perlu menilai aspek empati, kesadaran diri dan keterlibatan sosial, bukan sekadar hasil tes atau kehadiran. Lebih jauh lagi, ruang kesadaran digital ini dapat menjadi sarana kolaborasi lintas disiplin, di mana konselor, guru, dan orang tua bekerja bersama membangun budaya digital yang sehat. Dengan demikian, BK berfungsi tidak hanya sebagai layanan personal, tetapi juga sebagai gerakan edukatif membentuk ekosistem pembelajaran yang beretika dan empatik.

Penutup

     Transformasi digital menuntut reorientasi makna Bimbingan Konseling dari sekadar layanan remedial menuju proses penguatan kesadaran diri dan empati digital. Kebijakan pemerintah sudah mengarah ke sistem BK komprehensif, namun implementasi perlu diperkuat melalui pelatihan literasi digital dan inovasi pembelajaran reflektif. 

     Melalui gagasan Bimbingan Konseling sebagai ruang kesadaran digital,konseling dapat menjadi wahana bagi peserta didik untuk menemukan keseimbangan antara kemajuan teknologi dan kemanusiaan. Karena sejatinya, pendidikan yang sejati bukan hanya mengajarkan cara berpikir, tetapi juga cara menjadi manusia yang sadar, peduli, dan bijak di dunia yang terus berubah. (*)

0 Comments

© Copyright 2022 - Savana News