Situasi perempuan Lingkar bendungan Meninting
SAVANANEWS - Peringatan Hari Perempuan Internasional menjadi momentum untuk mengevaluasi dampak kebijakan nasional terhadap perempuan. Solidaritas Perempuan Mataram menyoroti 100 Hari Kepemimpinan Presiden Prabowo Gibran.
Perkumpulan Pembela Hak Perempuan ini menyoroti dampak dari proyek strategis Pemerintah pada pembangunan bendungan Meninting di Kabupaten Lombok barat yang menyisakan berbagai persoalan pada Hak Perempuan dan dampak lingkungan.
Solidaritas Perempuan Mataram menyatakan Di tengah-tengah kesulitan hidup berjuang dengan krisis air bersih, warga di Kecamatan Lingsar harus dihadapkan lagi pada permasalahan harga kebutuhan pokok yang semakin melonjak tinggi. Ditambah lagi dengan tabung gas yang sempat langka semakin menyulitkan perempuan-perempuan ibu rumah tangga.
Dengan pendapatan yang tidak bertambah malah cenderung berkurang, Perempuan harus berpikir bagaimana caranya uang yang pas-pas an itu bisa tetap menghidupkan dapur mereka. Belum lagi bagi warga yang rumahnya jauh dari sumur, terpaksa membeli air galon untuk kebutuhan minum dan masak, mereka harus lebih ekstra lagi dalam memikirkan pembagian uang belanja dapur.
![]() |
Air Warga keruh |
Semua berawal dari pembangunan proyek strategis nasional bendungan Meninting, yang dari awal pembangunan nya menggunakan sistem pendekatan militerisme. Pada pembelian tahap pertama, lahan warga dibeli dengan harga sangat murah.
Salah satu perempuan di desa bukit tinggi bernama ismiyati, mengaku tanah nya dibeli hanya dengan harga 8 juta per are, ia meminta 10 juta tetapi ditolak dan diancam kalau tidak mau menerima harga 8 juta, maka tanah nya tidak akan dibayarkan sama sekali. Hal itu membuatnya terpaksa menjual tanahnya dengan harga se murah itu. Hal itu tidak hanya di rasakan oleh ismiyati, tetapi juga beberapa warga lain yang di beli tanah nya pada tahap pertama.
Saat ini dengan adanya perubahan pada rancangan Revisi UU TNI, Membuat peluang masa orde Baru Kembali yaitu masa dimana TNI menjadi tulang punggung. Tetapi itu juga menjadi ancaman sebab dapat memperluas penempatan TNI di kementrian dan juga Lembaga. Artinya, akan semakin besar pula peluang TNI untuk mengintervensi keterlibatan perempuan pada proses pembangunan di daerah.
Keadaan itu pun diperparah dengan kebijakan pemerintah di undang-undang cipta kerja (omnibuslaw) yang membuat pemerintah dengan leluasa membangun tanpa persetujuan masyarakat. Yang berdampak juga pada terbatas nya akses partisipasi dan kontrol masyarakat terutama perempuan terhadap pembangunan di daerah.
Jangankan untuk berpartisipasi dalam pembangunan, mereka saja tidak diberitahu tentang dampak pembangunan yang akan mereka alami. Hingga saat ini sudah 6 tahun lamanya perempuan-perempuan di 4 desa terpaksa hidup beradaptasi dengan dampak yang mereka alami sampai kurun waktu yang mereka sendiri tidak tahu pasti kapan akan berakhir.
Bukannya ,memberi kepastian kepada masyarakat kapan pembangunan selesai dibangun,pemerintah malah sibuk melakukan efisiensi yang akhirnya membuat geger banyak lini. Ke geger an ini membuat banyak pihak semakin melupakan Nasib perempuan di lingkar bendungan.
Efisiensi ini juga memperbanyak fenomena PHK di berbagai tempat kerja yang berkontribusi menambah angka pengagguran.
100 hari masa pemerintahan Prabowo-gibran, sudah ada lebih dari 7 kebijakan yang di terbitkan tetapi belum ada satupun yang benar-benar konsisten menyasar kebutuhan perempuan. salah satu kebijakan yang dianggap merugikan perempuan yakni efisiensi anggaran di KOMNAS PEREMPUAN.
Dengan pengurangan ini, daya Penanganan Kasus Kekerasan Terhadap Perempuan tentu saja akan berkurang. Hal ini semakin melemahkan perlindungan terhadap perempuan sebagai kelompok rentan yang mengalami kekerasan dan diskriminasi.
Selain itu, dalam isu Perlindungan buruh Migran, Solidaritas perempuan juga melihat, bahwa Selama beberapa tahun terakhir berbagi kebijakan dan inisiatif yang seharusnya memperkuat pelindungan PMI sering kali terjebak dalam retorika tanpa implementasi nyata.
Kepemimpinan Prabowo dan Gibran yang tidak berpihak pada rakyat terutama pekerja migran, dapat menciptakan kondisi yang di sebut sebagi pemiskinan. Pemiskinan ini mengacu pada kurangnya perhatian terhadap tanggung jawab pada moral dan politik untuk melindungi Hak – hak PMI
Dalam peringatan hari Perempuan sedunia ini, Solidaritas Perempuan Mataram Bersama perempuan akar Rumput, menuntut pemerintah untuk:
1. Sosialisasi dan pelibatan perempuan dalam setiap Perencanaan pembangunan.
2. Transparansi informasi terhadap dampak dan peruntukan pembangunan bendungan meninting.
3. Pemenuhan kebutuhan air bersih yang mudah dijangkau kepada masyarakat terdampak
4. Menyediakan lapangan pekerjaan bagi petani perempuan yang kehilangan lahan.
5. Kebijakan terkait dengan transisi energi (RUEN, RUED) direvisi sesuai prinsip transisi energi yang berkeadilan (GEDSI).
6. Revisi Perda Nomor 1 tahun 2016
7. Memperketat pengawasan terhadap Agen perekrutan dan memberikan sanksi tegas Agen dan PPTKIS yang melanggar Aturan.
5. Penguatan pelatihan dan edukasi untuk meningkatkan kualitas bagi PMI sebelum keberangkatan agar mereka lebih siap menghadapai tantangan negara penempatan. (SP-Mataram)
0 Comments