![]() |
Bangunan ini Diduga Langgar Aturan, Abaikan Aspirasi, dan Sarat Konflik Kepentingan |
SAVANANEWS – Alih fungsi lahan dan gedung kantor Desa Kediri, Kecamatan Kediri, Kabupaten Lombok Barat menjadi pondok pesantren memicu penolakan keras warga. Masyarakat menilai proses tersebut sarat pelanggaran hukum, mengabaikan aspirasi publik, dan berpotensi memunculkan konflik kepentingan.
Pembangunan pondok pesantren itu disebut-sebut dilakukan oleh pimpinan yayasan yang memiliki hubungan keluarga langsung dengan Kepala Desa Kediri. Fakta ini memunculkan pertanyaan serius soal transparansi dan integritas pemerintahan desa.
Salah seorang warga Kediri yang juga merupakan Ketua Aliansi Pemuda menggugat di Desa tersebut yakni BU menegaskan, alih fungsi aset desa seharusnya melalui mekanisme musyawarah desa sesuai amanat Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa.
BU menyebut setingkat Ketua BPD Kediri saja mengaku tidak pernah diundang untuk membahas rencana ini. “Tiba-tiba ada perusakan bangunan dan pembangunan tanpa izin jelas,” ungkap BU.
Diakui BU, Upaya warga mencari kejelasan dengan mengirim surat keberatan ke Inspektorat dan menanyakan ke Dinas Aset belum membuahkan hasil. Tidak adanya papan proyek atau informasi resmi di lokasi pembangunan semakin menambah keresahan.
Pasal 26 ayat (4) huruf c UU Desa melarang kepala desa melakukan praktik kolusi, korupsi, nepotisme, dan konflik kepentingan. Jika benar yayasan penerima manfaat memiliki hubungan keluarga dengan kepala desa, maka hal tersebut dinilai sebagai pelanggaran serius terhadap prinsip tata kelola pemerintahan yang baik. Selain itu, Permendagri Nomor 1 Tahun 2016 mengatur pengelolaan aset desa harus dilakukan secara transparan, akuntabel, dan demi kemakmuran masyarakat.
Dijelaskan BU, Secara sosial, gedung dan lahan kantor desa memiliki fungsi vital sebagai pusat pelayanan publik, rapat warga, posko bencana, dan kegiatan kemasyarakatan seperti karang taruna, PKK, KPAD, dan kelompok tani. "Warga khawatir alih fungsi ini akan memutus akses terhadap fasilitas tersebut," tegasnya.
Hal senada juga diceritakan oleh YN salah seorang Warga kediri, Dimana pengalaman pahit masa lalu, ketika aset desa pernah dialihfungsikan sepihak dan tak pernah dikembalikan, membuat warga semakin tegas menolak. "Mereka (Warga) siap menempuh jalur hukum jika kebijakan ini dipaksakan dan Kami sudah bersuara, tapi tidak didengar, Jika tidak ada solusi, kami siap menggelar aksi besar-besaran,” cetusnya.
Warga juga mendesak pejabat daerah dan Pemerintah Provinsi asal Desa Kediri turun tangan mengawal kasus ini, demi menegakkan hukum dan keadilan sosial. Mereka mengingatkan, jika praktik seperti ini dibiarkan, bukan hanya Desa Kediri yang dirugikan, tetapi juga menjadi preseden buruk bagi desa-desa lain di Indonesia.
Sebelumnya, Melalui sebuah forum yang menghadirkan masyarakat, kepala Dusun, BPD, dan Anggota DPRD Lombok barat, Kepala Desa Kediri Fadholy Ibrahim memaparkan alasan alih fungsi lahan tersebut.
"Itu yang merekomendasi dari Aset (Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah, bukan dari kita," kata Kades pada 16 Mei 2025 Lalu.
Ia menyebut, Hak guna pakai lahan yang kini tercatat di Aset Daerah itu selama 5 tahun. "Jika nanti desa memiliki anggaran, bisa kita ambil alih," pungkasnya. (Red)
0 Comments