Breaking News

Komunitas Peduli Reklamasi (KPR), Soroti Konservasi Di Kawasan Gili Gede Sekotong

Diskusi Publik Komunitas Peduli Reklamasi (KPR), Bahas Kajian AMDAL Di Wilayah Konservasi Gili Gede Sekotong

SAVANANEWS
- Komunitas Peduli Reklamasi (KPR) Lombok Barat menyoroti adanya dugaan Reklamasi di kawasan konservasi wilayah Gili Gede Sekotong Lombok Barat, namun demikian masyarakat diminta agar tetap menjaga Keamanan, Ketertiban Masyarakat “Kamtibmas” dan menyerahkan penyelesaian kasus ini ke Aparat Penegak Hukum (APH).


Isu reklamasi di kawasan konservasi wilayah Gili Gede Sekotong Lombok Barat, mendapat sorotan dan perhatian dari Komunitas Peduli Reklamasi (KPR) Lombok Barat, dengan mengeglar diskusi publik yang menghadirkan sejumlah narasumber lintas sektor seperti : Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Provinsi NTB, Komisi III dan IV DPRD NTB, Kejaksaan Tinggi NTB, Ditreskrimsus Polda NTB, WALHI NTB, hingga kalangan akademisi dari berbagai universitas.

Dalam Diskusi ini, Para peserta bertukar pandangan tentang aspek hukum, lingkungan, serta tata kelola ruang laut dan wilayah pesisir di Nusa Tenggara Barat, khususnya di kawasan Gili Gede Sekotong yang kini tengah menjadi sorotan, karena di duga ada aktivitas reklamasi di wilayah konservasi tersebut.

Mewakili kalangan akademisi, Dr. Filona Dosen Universitas 45 Mataram, dalam paparannya menyoroti secara kritis dan tegas, bahwa praktik reklamasi yang terjadi di Gili Gede, Kecamatan Sekotong.

“Saya melihat pemberitaan dan data di lapangan, yang paling penting adalah kehati-hatian. Dan segala sesuatu harus memiliki dasar hukum yang jelas, sesuai dengan Undang-Undang dan peraturan presiden. Pemerintah harus menolak setiap bentuk reklamasi sebelum adanya dokumen AMDAL yang sah,” tegasnya.

Dalam pernyataan penutupnya dengan rekomendasi tegas: “Penegakan hukum harus dilakukan, dan setiap aktivitas reklamasi wajib memiliki AMDAL yang transparan dan melibatkan masyarakat.”

Sementara itu, Ketua Komunitas Peduli Reklamasi sekaligus Ketua lembaga swadaya masyarakat LSM NTB Corruption Watch (NCW) Fathurahman Lord menegaskan, adanya dugaan Reklamasi di kawasan konservasi Gili Gede dengan luas sedikitnya 7 are ini, tidak memiliki dasar hukum dan izin, dan laporannya saat ini sudah layangkan ke aparat penegak hukum.


"Pembangunan dermaga ini kami melihat belum ada pengajuan izin mendirikan bangunan atau persetujuan bangunan gedung. Ya, termasuk soal pemenuhan Amdal atau UKL-UPL," katanya.

Dengan adanya persoalan ini, NCW menduga adanya pelanggaran hukum sesuai aturan Pasal 36 ayat (1) Undang Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH).

"Dalam aturan pasal 36 ayat (1), menyebutkan bahwa setiap usaha dan/atau kegiatan yang wajib memiliki amdal atau UKL-UPL, wajib memiliki izin lingkungan," tegasnya.

Fathurahman berharap, dugaan kasus reklamasi laut di kawasan konservasi Gili Gede ini menjadi atensi aparat penegak hukum, namun meminta agar masyarakat tetap menjaga Kamtibmas dan menyerahkan penyelesaian kasus ini ke aparat penegak hukum.

“Terkait dugaannya reklamasi yang ada di Gili Gede kecamatan Sekotong ini, bahwa kasus ini kami minta atensi, biar Kamtibmas di wilayah secara khusus sekotong, dan secara umum Lombok Barat ini aman dan kondusif. Iya, himbauan ke masyarakat, untuk dalam proses ini sampai selesai ya, untuk tetap jaga Kamtibmas, jangan ada ribut maupun aksi yang lain-lain, kita serahkan penyelesaiannya ke aparat penegak hukum,” tutupnya.    


Menanggapi persoalan ini, Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Nusa Tenggara Barat Muslim menegaskan, pemerintah provinsi NTB tidak pernah mengeluarkan izin reklamasi laut di kawasan Gili Gede, dan izin yang diajukan perusahaan tersebut adalah pembangunan dermaga dan water bungalow.

"Mereka mengajukan izin pembangunan dermaga dan water bungalow, tidak ada izin reklamasi," ujar Muslim.

Lebih lanjut dijelaskan, PT. Thamarin Dive Resort selaku pengelola di Gili Gede, selama ini baru mengantongi izin lokasi yang dikeluarkan pada tahun 2019 hingga berakhir di tahun 2021. Izin itu berlaku selama 2 tahun.

"Bangunan di tengah laut sudah ada. Hanya bentangan sampai ke daratan yang belum ada dan dari hasil peninjauan PSDKP Satker Lombok dan Pangkalan Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) Benoa, isinya tidak ada masalah cuman saran penyesuaian tindak lanjut-nya karena izin lokasi itu hanya berlaku 2 tahun," jelas Muslim.

Muslim juga menegaskan, pemerintah provinsi tidak pernah mengeluarkan izin reklamasi untuk PT. Thamarin Dive Resort karena merujuk pada aturan Pasal 2 ayat (3) Perpres Nomor 122 Tahun 2012 tentang Pelaksanaan Reklamasi, pemerintah tidak boleh mengeluarkan izin reklamasi di perairan Gili Gede yang masuk kategori kawasan konservasi dan alur laut.

"Karena saat urus izin ke provinsi, PT.Thamarin Dive Resort membangun dermaga dan water bungalaw. Provinsi tidak pernah keluarkan izin reklamasi. Karena di dalam Perpres 122 tahun 2012 tentang Izin Reklamasi dan Pulau-Pulau Kecil di pasal 2 ayat 3 bahwa reklamasi tidak boleh dilaksanakan di kawasan konservasi dan alur laut. Itu sudah clear,"jelasnya.

Menurut Muslim, izin ini secara aturan tersirat dengan Undang-Undang Nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Kemudian diperkuat lagi dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) Nomor 2 Tahun 2022 dan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023. Selanjutnya, peraturan pemerintah (PP) Nomor 21, PP Nomor 5, PP Nomor 27 Tahun 2021 dan turunannya Permen KP Nomor 28 Tahun 2021.

Oleh karena itu, terkait keberadaan pulau kecil tersebut apakah masuk kategori reklamasi atau tidak, bukan kewenangannya, karena kapasitas dirinya sebagai pejabat.

Meski demikian, pemerintah provinsi sangat mendukung dan memberikan apresiasi kepada pihak aparat penegak hukum mengusut dugaan persoalan reklamasi tersebut, agar dapat dituntaskan. (Red)

0 Comments

© Copyright 2022 - Savana News