(savananews.com)
Giri Menang - Prihatin dengan kondisi para pengungsi yang tinggal di tenda
seadanya, Pemerintah Kabupaten Lombok Barat (Lobar) mendesak Pemerintah Pusat
untuk merealisasikan usulan Hunian Sementara (Huntara) untuk para pengungsi.
Huntara
diperlukan karena dalam masa penanganan darurat ini tidak memungkinkan bagi
para pengungsi tinggal berlama-lama di tenda yang memprihatinkan itu.
Konsep
Huntara itu mulai dirumuskan saat Rapat Evaluasi Pos Komanda Tanggap Darurat
Kab. Lobar tanggal 14 Agustus 2018 berdasarkan masukan Badan Penanggulangan
Bencana Daerah (BPBD) Provinsi NTB.
Konsep
itu muncul menjadi alternatif jalan keluar karena proses pembangunan rumah yang
rusak akibat gempa tidak mungkin bisa dilakukan dalam waktu cepat. Untuk
diketahui, penanganan bencana membutuhkan tiga tahap, yaitu tanggap darurat
yang rencananya berakhir 25 Agustus esok, masa transisi, serta tahap
rehabilitasi dan rekonstruksi.
Tahap
tanggap darurat bisa dilanjutkan ke tahap transisi untuk tiga sampai enam bulan
kemudian. Sesudah itu baru tahap terakhir rehab/rekon.
Kepala
Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Lobar, I Made Arthadana menilai sampai
hari ini pun mekanisme pembangunan rumah rusak belum ada kepastiannya.
"Juknisnya
hari ini masih dirumuskan. Kalau berdasarkan pengalaman, kita pasti diminta
membuat satker (satuan kerja, red) di mana hal itu butuh waktu. Jadi, konsep
Huntara itu karena mekanisme sampai rapat tadi malam (22/08, red) belum
final," ujar Made.
Made
menambahkan, kalau proses pembangunan rumah memakan waktu selama dua bulan,
maka huntara wajib ada.
Menurut
Sekretaris Daerah yang sekaligus adalah Kepala BPBD Lobar, H. M. Taufiq, dalam
rentang waktu yang panjang itu, membuat
para pengungsi akan tinggal lama di tenda-tenda darurat.
"Kasihan
para pengungsi. Sebentar lagi musim hujan, tentu akan semakin berat buat
mereka," ujar Taufiq sambil memberi bayangan resiko fisik dan psikis para
pengungsi bila masih tinggal lama di tenda.
Bupati
Lobar H. Fauzan Khalid menambahkan di waktu bersamaan, agar Pemerintah Pusat
bisa menerima usulan dan permasalahan yang ada, termasuk mekanisme penggunaan
anggaran rehabilitasi.
"Masyarakat
tahunya uang sudah ada. Nanti mereka mengira itu ada di kita, padahal adanya di
rekening mereka," ujar Fauzan lirih.
Kepala
Subdit
Perencanaan
Darurat Badan Nasional Penanggulangan
Bencana (BNPB) Wing Prasetyo tidak bisa memberi kepastian tentang usulan
Huntara tersebut.
"BNPB
tidak mengenal konsep Huntara. Takutnya akan ada duplikasi program dengan
penanganan utama rehabilitasi dan rekonstruksi rumah yang rusak," timpal
Wing Prasetyo yang sebaliknya mempertanyakan model huntara, apakah seperti
barak/ shelter atau rumah.
Ia
justru mendesak Pemkab Lobar untuk segera menuntaskan proses verifikasi rumah
rusak.
Namun
ia tidak menampik kemungkinan huntara bisa saja disetujui bila hal tersebut
diusulkan.
Mengenai
jumlah huntara yang dibutuhkan, Fauzan Khalid mengambil contoh Kecamatan
Lingsar.
"Di
Lingsar paling tidak kita butuh 40 titik huntara. Itu warga yang rumahnya rusak
berat sebanyak 3.581 unit rumah dan 4.262 unit rumsh yang rusak ringan. Satu
titik bisa untuk minimal 100 rumah huntara," ujar Fauzan berasumsi.
Persoalan
Huntara bagi para pengungsi muncul saat Rapat Evaluasi yang dilaksanakan oleh
Pos Komando Utama Tanggap Darurat Bencana Kab. Lobar di Aula Kantor Camat
Lingsar (23/08). Hadir dalam Rapat itu Bupati Lobar H. Fauzan Khalid, Kasubdit
Perencanaan Darurat BNPB Wing Prasetyo,
semua Koordinator Posko Wilayah, dan para Kepala organisasi Perangkat Daerah
(OPD) se-Lobar. (*)
0 Comments