Mataram - Rencana perubahan RTRW Provinsi NTB tahun 2020-2040 disampaikan Wakil Gubernur NTB, Dr. Ir. Hj. Sitti Rohmi Djalilah, M.Pd., pada Rapat Paripurna DPRD Provinsi NTB, Selasa, (8/9) di Gedung DPRD Provinsi NTB, Jalan Udayana Mataram.
Dalam Rapat dengan agenda pembahasan Raperda tentang perubahan atas Peraturan Daerah (Perda) Nomor 3 Tahun 2010 tentang RTRW Provinsi NTB tersebut, secara substantif Wagub menyampaikan usul perubahan RTRW Provinsi NTB meliputi tata ruang, yakni struktur ruang, pola ruang, dan Kawasan Strategis Provinsi (KSP).
Berdasarkan hasil evaluasi RTRW yang telah berlangsung lebih dari lima tahun, Wagub menjelaskan bahwa telah banyak manfaat yang telah dirasakan daerah, terutama terkait pemanfaatan dan pengendalian ruang untuk lokasi pembangunan.
Meski demikian Ummi Rohmi sapaan akrabnya juga mengakui tidak sedikit masalah yang dihadapi, utamanya dalam mendukung aktivitas investasi guna percepatan pengembangan ekonomi masyarakat dan perekonomian wilayah.
Ia menyebutkan beberapa faktor yang mempengaruhi kinerja implementasi RTRW NTB. Diantara faktor dimaksud adalah perubahan peraturan perundang-undangan, adanya kebijakan pembangunan nasional dan regional, dinamika pembangunan ekonomi dan tuntutan kebutuhan masyarakat.
“Faktor-faktor tersebut menjadi dasar pertimbangan perlunya dilakukan perubahan Perda RTRW NTB. Rangkaian perubahan Perda RTRW NTB telah berlangsung dalam proses dan waktu yang cukup panjang. Sejak bulan Februari 2017 sampai dengan Juli 2017, telah dilakukan peninjuan kembali terhadap pelaksanaan RTRW NTB. Hasilnya berupa RTRW NTB perlu direvisi bulan Agustus 2017 hingga Juli 2020 telah dilakukan penyusunan materi teknis, naskah akademis dan Rancangan Perda (Raperda) perubahan RTRW serta konsultasi substansi RTRW," papar mantan Ketua DPRD Kabupaten Lombok Timur Periode 2009-2013 tersebut.
Wagub juga meyampaikan, bahwa dari hasil penilaian Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/ BPN) dan berdasarkan Permen ATR/BPN Nomor 6 Tahun 2017 tentang Tata Cara Peninjauan Kembali RTRW disebutkan, bahwa Perda Nomor 3 Tahun 2010 tentang RTRW NTB Tahun 2009-2029 perlu dicabut. Alasannya, karena perubahan substansi materi lebih dari 20%, dimana pada Agustus 2020 sampai dengan Oktober 2020 berlangsung proses legislasi Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) RTRW NTB tahun 2020-2040.
Perubahan penting yang terjadi pada struktur ruang meliputi sistem perkotaan, sistem jaringan utama dan sistem jaringan prasarana lainnya berupa energi ketenagalistrikan dan Sumber Daya Air (SDA) guna mengakomodir kebijakan dan proyek nasional.
Perubahan penting lainnya juga terjadi pada pola tata ruang. Diantaranya adalah perubahan fungsi dan status sebagian kecil kawasan hutan lindung menjadi hutan produksi, pelepasan sebagian kecil kawasan hutan produksi menjadi kawasan peruntukan industri dan kawasan rawan bencana.
"Dan untuk perubahan penting yang terjadi pada Kawasan Strategis Provinsi (KSP) ada pada KSP Ekonomi. Hal ini meliputi penggabungan KSP Mataram Raya, Senggigi dan tiga gili, KSP Poto Tano dan Alas Utan, penghapusan KSP Agropolitan Sakra, Sikur dan Masbagik (Rasimas), KSP Agropolitan Manggalewa, perluasan KSP Samota, Teluk Cempi dan Industri Terpadu Maluk Sumbawa Barat (ITMS) guna mendorong pengembangan ekonomi wilayah,” tandas Wagub.
Wagub menambahkan, untuk KSP lingkungan meliputi, penghapusan KSP Pulau Sangiang karena merupakan kawasan hutan kewenangan nasional.
Untuk selanjutnya, pembahasan tentang raperda tentang perubahan RTRW ini akan dilanjutkan dengan pemandangan umum fraksi-fraksi DPRD Provinsi NTB.
Turut mendampingi Wagub pada kesempatan tersebut yakni Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi NTB, H. Lalu Gita Ariadi, M.Si., dan para Kepala Dinas Organisai Perangkat Daerah lingkup Provinsi NTB. (*)
0 Comments