Breaking News

Masjid Tertua di Sekotong Diresmikan, Konon Simpan Peninggalan Wetu Telu

Acara peresmian Masjid Tertua di Sekotong

SAVANANEWS
- Masjid Raudhatul Muslimin Dusun Telaga Lebur Kebon, Desa Sekotong Tengah kecamatan Sekotong Lombok Barat yang konon menjadi salah satu Masjid tertua di Sekotong, telah selesai dibangun. Masjid berukuran 17x17 meter persegi itu diresmikan pada Rabu (17/5). Peresmian masjid yang konon menyimpan peninggalan zaman Wetu Telu itu dihadiri pada pejabat dan tuan guru serta tokoh masyarakat tidak saja dari wilayah Sekotong, namun juga dari luar. 


Masjid itu dibangun dalam kurun waktu 795 hari lebih atau 2 tahun 2 bulan. Pembangunan masjid di lahan seluas 25x25 meter persegi itu menelan anggaran sekitar Rp1,4 milliar. Bersumber dari iuran masyarakat, swadaya dan donatur. Menurut penghulu Dusun Telaga Lebur Kebon H Abdul Hamid, masjid itu sudah empat kali dibangun atau direnovasi. Awalnya, masjid hanya berukuran 8x8 meter persegi. Berlantai tanah dan temboknya dibangun dari batu bata diplester tanah. 


Tahun 2014, Masjid direnovasi sehingga bisa berukuran lebih besar 14x14 meter persegi. Kemudian dilakukan pembangunan mulai 23 Agustus Tahun 2020 dan selesai dibangun tahun 2022. Pihaknya pun berterima kasih atas dukungan dan doa serta arahan dari semua pihak, termasuk para alim ulama dalam proses pembangunan masjid tersebut. "Kami mengucapkan terima kasih, kepada para alim ulama dan semua pihak, atas doa, dukungan dan saran, sehingga Alhamdulillah masjid selesai dibangun dalam waktu 2 tahun, 2 bulan. Kalau harinya sekitar 795 hari,"jelas dia. 


Menurut cerita penghulu Dusun itu, konon masjid yang berdiri sejak penganut wetu telu (Islam waktu telu) ini memiliki sejarah dibuktikan dengan benda-benda peninggalan yang masih disimpan rapi di masjid itu berupa bong (kendi) dan Al-Qur’an serta khotbah tulis tangan. Bahkan H Hamid menunjukkan bukti benda-benda peninggalan tersebut. Dia menceritakan sejarah masa lampau napak tilas penyebaran Islam Wetu Telu di daerah itu dengan gamblang. Mantan Sekdes ini menceritakan penggalan cerita yang diperoleh dari almarhum orang tuanya, sepuh, dan ulama atau tuan guru.


Dahulu, tutur dia, di daerah Sekotong (dulu mencakup Lembar) ada masjid bagi kaum (penganut) islam waktu lima. Lalu kedua, masjid di dusun telaga lebur ini, di mana saat itu masyarakat menganut Islam wetu telu. Kaum yang datang beribadah ke masjid ini dari seluruh daerah Sekotong. Warga saat itu pun hanya datang beribadah dua kali setahun, yakni di saat Idulfitri dan Iduladha, sedangkan ibadah lain tidak ada.

“Masjid ini hanya dipakai beribadah dua kali setahun (salat hari raya Idulfitri dan Iduladha), itu ceritanya di saat wetu telu,” imbuh dia.


Ibadah pun dilakukan hanya oleh orang disebut kiai di zaman itu, sedangkan di luar itu atau warga biasa tidak ikut salat. Ia pun bertanya kepada kakeknya ketika itu, kenapa disebut wetu telu? Menurut penjelasan kakeknya bernama Papuq Darsiah yang menjadi penghulu saat itu, bahwa ibadah salat yang dilakukan hanya tiga waktu yakni Subuh, Zuhur dan Isya. “Makanya disebut saat itu Islam tahun wetu telu,” beber dia.


Konon pada waktu itu, warga bernama Amaq Beleq mengajak warga lain di daerah itu membangun masjid dengan ukuran 8×8 meter persegi. Setelah masjid ini selesai dibangun, dibawakanlah Al-Qur’an ditulis tangan dengan menaiki sampan dari pelabuhan Carik Desa Anyar, Kecamatan Bayan, KLU dan turun di Tanjung Batu, Sekotong. Al-Qur’an itu pun ditaruh di Masjid Wetu Telu di dusun (dulu disebut pegubukan) Telaga Lebur tersebut.“Ini bukti fisik (Al-Qur’an) tulis tangan itu, sampai saat ini kami simpan baika-baik,” tutur Abdul Hamid sambil menunjukkan ke hadirin. Seiring waktu Masjid itu pun sudah mengalami tiga kali rehabilitasi dengan ukuran yang tetap 8 meter persegi. Namun mengingat kondisi saat ini, warga semakin bertambah maka dibangunlah masjid ini.


Selain AL-Qur’an tulis tangan, ada juga peninggalan benda berupa bong (kendi). Orang tuanya sendiri tidak tahu kalau bong ini dibawa dari Bayan. Namun Ia mendapatkan cerita dari seorang ulama sekitar tahun 1980 silam. Disaat itu, bong ini memiliki keanehan karena di saat almarhum orang tuanya mengambil air di sungai menggunakan kuali untuk mengisi kendi itu. Justru di saat diisi air banyakpun tidak bisa penuh.“Sekali tumpah empat kuali, dari jam 12 siang sampai jam 5 sore diisi tapi tidak bisa penuh bong ini, itu cerita dari alhmarhum bapak dan paman saya,” ujar dia.


Selain cerita zaman dulu tentang bong yang dinilai ajaib, bong ini juga sampai saat ini tidak bisa lumutan. Tidak seperti kendi pada umumnya, jika ditaruh dan diisi air selama sekian bulan saja pasti berlumut.Selain bong, ada juga khotbah panjang bertulis tangan. Khotbah ini terdiri dari khotbah Jumat dan hari raya haji. Ia dipesan oleh almarhum kakeknya, kalau khobtbah ini tidak boleh dibaca sembarangan. Namun dibaca saat ada penyakit. “Saya pun kemarin baru membacanya, karena saat ini terjadi corona,” imbuh dia.


Selain itu, kiai sepuh di sekotong ini juga menuturkan asal muasal warga Dusun Telaga Lebur pada umumnya. Banyak yang tidak mengetahui hal ini. Asal usul nenek moyang warga dusun itu dari Bayan, Kabupaten Lombok Utara. Konon ceritanya, dulu ada warga bernama Amaq Beleq (warga Bayan) pergi ke daerah Sekotong. Lalu Amaq Beleq ini yang beranak pinag sehingga warga pun semakin banyak tinggal di daerah itu.

Bukti keberadaan Amaq Beleq ini pun dibuktikan dengan adanya makam di pemakaman umum setempat. Ukuran makamnya tak seperti warga pada umumnya, karena ukurannya sangat luas. “Karena itu disebut Amaq Beleq (besar, red),” terang dia.


Lalu dari sisi budaya dan bahasa, warga Dusun Telaga Lebur ini sama dengan Bayan. Uniknya, warga setempat menyebut utara sebagai selatan sedangkan selatan disebut utara. “Ini aneh, dan ini satu-satunya di Lombok, bahasa inilah dibawa dari Bayan,” jelas dia. Kadus Dusun Telaga Lebur Kebon Mahnun menyampaikan pembangunan masjid ini tak lepas dari kerja keras masyarakatnya yang sejak awal pembangunan sampai selesai tetap kompak mengeluarkan iuran masjid. Dan juga berkat dukungan semua pihak, terutama sekali kelaurga besar HL Daryadi.


"Kami menyampaikan terimakasih dan apresiasi yang setinggi-tingginya kepada semua pihak yang telah mendukung pembangunan masjid kami ini,"katanya. Kedepan kata dia, warganya masih berharap dukungan dan bantuan dari semua pihak, untuk menyelesaikan biaya Masjid yang telah lama diidam-idamkan Masyakarat setempat tersebut. (*) 

0 Comments

© Copyright 2022 - Savana News