SAVANANEWS — Di tengah meningkatnya isu lingkungan global dan gerakan zero waste yang kini menjadi perhatian semua kalangan, SDN 1 Dasan Tereng, Kabupaten Lombok Barat, tampil menjadi salah satu sekolah dasar di Nusa Tenggara Barat (NTB) yang serius berkomitmen mengurangi sampah di lingkungan sekolah. Melalui program inovatif bertajuk “Aksi Sabar (Amati, Komunikasikan, Simulasikan, dan Implementasikan Sarapan Bareng)”, sekolah ini perlahan membangun budaya bebas sampah sekaligus menanamkan karakter tanggung jawab dan peduli lingkungan pada peserta didik.
Program ini lahir dari keprihatinan Kepala SDN 1 Dasan Tereng, Nuraini, atas banyaknya sampah plastik dan sisa makanan yang menumpuk setiap hari di sekolah. Ia mengaku, persoalan sampah telah menjadi tantangan sejak awal dirinya bertugas di beberapa sekolah sebelumnya.
“Dari tiga sekolah tempat saya bertugas sebelumnya, masalah sampah selalu sama: dari pagi sampai pulang sekolah, sampah jadi persoalan. Begitu pula di SDN 1 Dasan Tereng. Saya berpikir, bagaimana sekolah kami bisa mendukung program Bapak Gubernur NTB tentang zero waste jika lingkungannya sendiri belum bersih?” ujar Nuraini saat ditemui di ruang kerjanya.
Menurutnya, sekitar 75 persen peserta didik membeli sarapan dan jajanan di kantin sekolah, sementara hanya sebagian kecil yang membawa bekal dari rumah. Akibatnya, setiap hari muncul tumpukan besar sampah berupa kertas nasi, plastik minuman, dan bungkus makanan ringan.
“Bayangkan, dengan jumlah siswa 345 orang, kalau semuanya membeli sarapan dengan bungkus kertas nasi, berarti ada 345 lembar kertas nasi setiap pagi. Belum lagi plastik jajanan. Dalam seminggu atau sebulan, gunung sampah akan terbentuk di sekolah,” ungkap Nuraini.
Membangun Gerakan dari Kebiasaan Sederhana
Dari keprihatinan itu, lahirlah program Aksi Sabar yang diintegrasikan dengan gerakan zero waste. Tujuan utamanya tidak hanya mengurangi sampah, tapi juga menumbuhkan kebiasaan sehat dan berkarakter bagi peserta didik.
Program ini melibatkan seluruh warga sekolah—guru, tenaga kependidikan, peserta didik, orang tua, pengawas, kepala desa, hingga pihak ketiga pengelola sampah. “Kami ingin anak-anak belajar dari kebiasaan kecil yang konsisten. Mulai dari sarapan di rumah, membawa kotak makan sendiri, hingga memilah sampah,” jelas Nuraini.
Dalam pelaksanaannya, Aksi Sabar memiliki empat tahapan: Amati, Komunikasikan, Simulasikan, Implementasikan, dan Integrasikan. Kegiatan diawali dengan mengamati kebiasaan anak-anak di sekolah, kemudian dikomunikasikan melalui rapat dengan guru, disimulasikan lewat kegiatan sarapan bersama, dan diimplementasikan setiap hari sekolah.
Peserta didik diminta membawa sarapan dan minuman dari rumah dalam wadah isi ulang, bukan kertas nasi atau botol plastik sekali pakai. Bagi yang membeli sarapan di kantin, diwajibkan membawa kotak makan sendiri. Setiap kelas memiliki “tabungan sampah”, tempat anak-anak menaruh sisa sampah pribadi untuk dipilah kembali di rumah bersama orang tua.
Peniadaan Tong Sampah dan Perubahan Pola Pikir
Menariknya, SDN 1 Dasan Tereng justru meniadakan seluruh tong sampah di dalam kelas, depan kelas, dan halaman sekolah. Kebijakan ini diambil agar peserta didik benar-benar bertanggung jawab terhadap sampahnya sendiri.
“Awalnya memang banyak yang protes, baik guru maupun siswa. Tapi kami jelaskan bahwa zero waste bukan sekadar bersih, tapi mengubah pola pikir. Tidak ada lagi yang namanya buang lalu lupa. Semua orang harus bertanggung jawab,” terang Nuraini.
Sampah organik diolah menjadi kompos untuk mendukung program Green School Santer Apik, sementara sampah plastik ditimbang dan disetorkan ke Bank Sampah Santer Apik milik sekolah. Adapun sampah yang tidak bisa dikelola, diambil oleh pihak desa dan mitra penampung sampah.
Dukungan Orang Tua dan Pihak Desa
Implementasi program ini tidak hanya mengubah kebiasaan siswa, tetapi juga melibatkan peran aktif orang tua dan pemerintah desa. Dalam sosialisasi, pihak sekolah menandatangani MoU dengan Pemerintah Desa Dasan Tereng dan pihak ketiga pengelola sampah.
“Kami ingin program ini berkelanjutan, bukan seremonial. Karena itu, kolaborasi menjadi kunci. Orang tua sudah mulai terbiasa menyiapkan sarapan anak dengan wadah isi ulang, dan anak-anak mulai sadar membawa pulang sampahnya,” tutur Nuraini.
Dampak Nyata: Sekolah Bersih, Siswa Sehat dan Disiplin
Setelah berjalan lebih dari satu tahun, program ini terbukti membawa perubahan besar. Lingkungan sekolah menjadi bersih, rapi, dan nyaman tanpa ada tumpukan sampah. Siswa terbiasa sarapan, lebih fokus belajar, serta tumbuh rasa tanggung jawab terhadap lingkungan.
Guru-guru juga melihat perubahan signifikan pada perilaku anak-anak. Mereka tidak lagi sembarangan membuang bungkus makanan, dan mulai saling mengingatkan jika ada yang melanggar.
> “Sekarang, tamu yang datang sering berkata, ‘Sekolah ini bersih sekali, tapi kok tidak ada tong sampah?’ Itu artinya budaya bersih sudah menjadi kebiasaan, bukan kewajiban,” ucap Nuraini bangga.
Selain perubahan perilaku, tingkat kesehatan gizi siswa meningkat karena terbiasa sarapan sebelum belajar. Hal ini berdampak langsung pada konsentrasi dan prestasi akademik mereka di kelas.
Apresiasi dan Rencana Ke Depan
Keberhasilan SDN 1 Dasan Tereng tidak hanya mendapat apresiasi dari orang tua dan masyarakat, tetapi juga dari pemerintah desa dan pengawas sekolah. Sekolah ini bahkan menerima piagam penghargaan dari Kepala Desa dan Camat atas inovasinya dalam menciptakan sekolah bebas sampah.
Program “Aksi Sabar” kini telah dipresentasikan dalam forum Kelompok Kerja Kepala Sekolah (KKKS) di tingkat gugus maupun kecamatan, serta diunggah ke media sosial sebagai inspirasi bagi sekolah lain.
“Harapan kami, semangat ini menular. Kalau anak-anak bisa membiasakan diri bertanggung jawab atas sampahnya sejak dini, maka di masa depan mereka akan tumbuh sebagai generasi berkarakter dan peduli lingkungan,” pungkas Nuraini. (Red)


0 Comments